Mungkin kepada kita yang di sini, cinta tidak kekal. Ia ranggas, luluh lesap digerus waktu. Kita lupa keberadaannya seperti matahari yang tergesa-gesa kembali bekerja setelah hujannya usai. Kamu tahu? Manusia menyukai jatuh cinta, tapi tak pernah terima ketika satu-satu kelopak bunganya layu. Kupikir kita pun begitu.
Tinta puisiku masih segar di atas kertas. Ialah yang paling sabar dan pemaaf atas sayang yang pelan-pelan hilang dan masa lalu yang disingkirkan buru-buru. Ia adalah manifestasi akar-akar pohon yang kamu tawarkan tanganmu untuk mereka, yang aku uraikan kisah pada setiap baris tulang daun-daunnya. Begitulah mereka menua dan menyerah ketika kisahnya berakhir dan tanganmu kembali sembunyi.
—
Satu detik aku menangkap dunia di balik kelopak
mataku
segalanya berubah jadi apa yang kita sebut
lalu