Aidan

Ai.
2 min readNov 1, 2021

--

Ada banyak, banyak sekali yang mampu diurai ketika aku bicara tentang kamu dan perihal menjadi manusia: yang terluka, yang bahagia, yang paling ulung memberi dan menerima cinta, yang hidup bukan menjadi siapa-siapa selain dirinya seorang.
Hidup di dunia yang ini berantakan, Aidan, riuhnya seperti tidak punya ujung dan ia selalu menuntut lari, lari, tidak memberi kesempatan untuk cukup berjalan dan menelusuri setapaknya pelan-pelan.

Kamu mewajarkan luka. Ketika jatuh kamu akan berhenti dan berdiri lagi, lalu lebam birunya kamu rawat baik-baik seperti matahari menyayangi buminya. Katamu nanti kita tahu bahagia setelah tahu rasanya luka. Sampai ia sembuh tidak sekalipun kamu mengutuk, menuduh, karena atap-atap lutut kita kokoh. Mereka memang tercipta untuk membentur tanah dan membawa pelajaran menyertai bahagia setelahnya.

Kamu tahu bagaimana melihat dunia dari kacamata yang melihat segalanya dengan rendah hati, seperti bunga matahari yang merunduk, yang kuningnya dihargai dan dipatri seniman-seniman pada kanvasnya. Melihat kamu dari mataku adalah menerima berkas hangat cahaya matahari jatuh meliputi aku tanpa aku keberatan. Kuning, kalau mampu mungkin ia hendak melebur bersama merah yang menderu deras di bawah kulitku.

/

Kamu tahu benar caranya hidup untuk dirimu sendiri, sebagai dirimu sendiri dan bukan orang lain. Aku belajar kalau jadi diri sendiri pun tidak buruk. Tertatih aku mengerti kalau untuk itu kita perlu menerima dan memaafkan diri sendiri sebelum orang lain, menyayangi diri sendiri dengan utuh sebelum orang lain. Kamu melakukan semuanya seperti itu sesuatu yang mudah, seperti mengetahui satu tambah satu adalah dua.

Aku tidak memaknai hidup menjadi manusia seperti itu sebelum kamu, Aidan, yang katamu di setiap sudutnya kita akan bertemu sukacita, yang katamu kadang-kadang tragedi dan kadang-kadang komedi. Aku tidak pernah mampu memilah mereka berdua. Buatku mereka sabur dan tidak punya batas, pada akhirnya aku akan tetap tertawa atas semua yang menyedihkan.

/

Katamu kita ini aktor, perannya selalu berbeda di setiap lembar ceritanya. Hari ini kita protagonis, besok kita antagonis. Kemarin kita di bawah lampu sorot, hari ini di balik tirai pun cukup.
Untukku apapun jadi cukup setelah aku tahu kamu.
Bahagia bentuknya macam-macam dan aku tahu kamu salah satunya.

(In every corners of life we find joy
In every corners where my steps halt I find you)

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Ai.
Ai.

Written by Ai.

i never knew you before / i’ve loved you since forever

No responses yet

Write a response